Salah satu novel paling bagus yan pernah aku baca! ini cuma sekedar cuplikan, bukan cerita intinya sih, tapi ini bagian paling santai...
Sementara itu, jauh di bumi Mesir sana, Nafisah memandang langit Gaza. Baru sehari ia ditinggal Fatah Azis, kekasih hatinya, tapi rindunya sudah memuncak.
Ingin rasanya Nafisah menahan kepergian Fatah, Tapi ia tak dapat membendung cita-cita suaminya itu. Lagipula, profesi suaminya sebagai dokter bedah senior sangat dibutuhkan di sana.
Malam sebelum kepergiannya ke Gaza. Sebelum tidur, Fatah mengajaknya berbicara ringan.
"Dinda, apakah dinda ingat saat pertama kali kita bertemu?" tanya Fatah Azis, ia merebahkan kepalanya di pangkuan Nafisah.
"Bukankah kita pertama kali bertemu saat abati memperkenalkan kanda saat kita ta'aruf?"
"Bukan, masa dinda lupa? Padahal, kanda ingat sekali!" ucap Fatah. Wajah teduhnya menatap lekat wajah Nafisah yang kebingungan.
"Dinda tidak ingat. Memangnya kapan?"
Fatah memejamkan mata lalu bercerita. "Dulu sekali, pertama kali kita bertemu, saat Allah mengumpulkan ruh ruh para manusia mulai dari zaman adam sampai akhir zaman. Dan saat itu, di samping ruh kanda adalah ruh dinda, tersenyum manis seperti sekarang ini" Fatah membuka matanya, dan ia mendapati istrinya tersipu. Fatah lalu melanjutkan ceritanya, "Saat itu, Allah berkata: 'Apakah kalian bersaksi bahwa Aku adalah Tuhan kalian?'' Lalu, seluruh ruh yang ada di situ bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan kita. Lalu kanda berkata kepada Allah, 'Ya Allah, bolehkah kalau ruh di sebelah hamba ini yang mendampingi hamba saat di dunia nanti'?'. Allah tidak menjawab dan hanya tersenyum. Dan itu pertanda bahwa Allah mengabulkannya. Mungkin kalau dulu kanda tidak memintanya, dinda akan bersama dengan orang lain"
Pipi Nafisah bersemu merah. Kehadiran Fatah dalam hidupnya memang selalu membawa keceriaan-keceriaan baru selama setahun ini.
Fatah tersenyum manis. Nafisah menunduk malu, entah kenapa meski sudah menjadi istrinya selama satu tahun, Nafisah tetap saja gugup kalau Fatah memandangnya dan tersenyum manis.
Fatah yang cerdas, sibuk dan serius, bisa jadi sangat ceria dan manja bila berada di sisi Nafisah. Biasanya Fatah senang memuji keindahan wajah istrinya itu. Bila ia membaca ayat-ayat yang menggambarkan kecantikan bidadari, Fatah berhenti membaca lalu memandangi istrinya. Nafisah yang memang selalu duduk di sampingnya mendengar tilawah tersipu malu, melihat suaminya berhenti sejenak lalu memandanginya.
"Dan di surga ada bidadari-bidadari yang bermata jeli"
Setelah selesai tilawah, Fatah memandang istrinya dengan lekat lalu mengucek-ngucek kedua matanya. Nafisah yang kebingungan bertanya apakah ada yang salah dengan wajahnya.
Fatah hanya menjawab, "Apakah ayat itu turun untukmu, dinda? Karena, kanda belum pernah melihat mata yang lebih indah dari matamu, cinta"
Nafisah tersenyum mengenang suaminya...
Kandungan dalam perutnya bergerak-gerak.
Ia mengelus perutnya, "Kau rindu dengan abah juga ya?". Tendangan-tendangan halus dalam perut Nafisah seolah mewakilkan jawaban 'ya' atas pertanyaan Nafisah.
Fatah juga suka mengelus perutnya dan berbicara secara monolog dengan bayi dalam kandungan istrinya.
Matahari tenggelam memancarkan sinar terakhirnya. Diikuti lantunan adzan dari tanah seribu menara itu. Nafisah kembali ke dalam rumah...
The Gate Of Heaven
R.H Fitriadi