LIFE GOES ON

Selasa, 07 September 2010

Jiwa Yang Bersinar Dalam Jasad Yang Rapuh



Di posting kali ini, saya ingin menceritakan seorang pemuda yang sayang sekali jika kita belum mengenalnya.


Ia hanya seorang pemuda biasa, lahir dari keluarga miskin dan hidup di pengungsian sejak kecilnya. Ia bercita-cita ingin mengusir penjajah dari tanah para rasul, tanah kelahirannya. Di usia remajanya, ia mengalami kecelakaan olahraga yang mengakibatkan kaki dan tangannya tak lagi dapat digerakkan...

Dengan kelumpuhannya, ia memilih menjadi seorang guru Agama Islam di sebuah sekolah dasar. Konon, setiap kali mengajar, muridnya bak kerasukan. Pernah ia mengajarkan muridnya tentang shalat malam. Maka, keesokan harinya, pihak sekolah dikejutkan dengan laporan dari para walimurid tentang anak mereka yang begadang semalaman karena menunggu sepertiga malam terakhir untuk sholat.

Suatu hari, ia menyinggung tentang puasa sunnah. Dan lagi-lagi keesokan harinya, para wali murid memprotes pihak sekolah karena anak-anak mereka yang masih kecil memboikot sarapan pagi dan makan siang. Padahal, musim panas sedang dahsyat-dahsyatnya...

Itulah kekuatan jiwa yang dimiliki guru lumpuh itu...

Semakin lama, kelumpuhannya itu diperparah dengan berabagai penyakit yang terus bertambah setiap harinya. Ia menderita penyakit jantung dan paru-paru sekaligus. Kebutaan di sebelah matanya dan rabun di sebelah mata lainnya.

Kelak, di masa tuanya, orang-orang tidak mengenalnya sebagai kakek pensiunan yang lumpuh dan menikmati sisa hidupnya di atas kursi goyang sambil menikmati hangatnya teh sore.

Kelak, orang tua inilah yang akan menjadi ancaman bagi kaum sebesar Israel. Berkali-kali orang tua ini mendekam di penjara Israel dan mengalami siksaan yang memperparah daftar penyakitnya. Sampai banyak yang bertanya, apa bahaya orang tua yang lumpuh dan berpenyakitan ini?

Inilah orang yang mampu membuat para tentara perkasa dan pimpinan besar Zionis bergidik ketakutan. Bukan orang seperti Samson Betawi atau yang sekekar Ade Ray.

Sekali lagi, ia hanya seorang laki-laki biasa. Yang bahkan tak bisa pergi kemana-kemana kecuali seseorang mendorong kursi rodanya. Tapi, kekutan jiwanya itulah yang tercermin dari setiap kata-katanya yang seolah memberi energi bagi jiwa-jiwa yang kering dan lemah. Kekuatan jiwanya yang mampu menggerakkan bangsa sebesar Palestina dan mampu bertahan hingga kini.

Saking takutnya, para Zionis dengan orang tua ini, sampai-sampai mereka mengirimkan tiga rudal sekaligus ke tubuh yang rapuh itu...
Dan akhirnya, jiwa yang selalu bersinar itupun kembali ke haribaan RabbNya dengan ridho lagi dirodhoiNya, meninggalkan jasad rapuhnya yang hancur berkeping-keping.

Kelak, semangat matahari dalam tubuh renta itu diwarisi dalam jasad-jasad yang lebih sehat, tidak lumpuh dan dalam jumlah yang lebih banyak dalam bantuk organisasi besar bernama al-Harakatul Muqawwamatul Islamiyah atau yang sekarang lebih kita kenal dengan nama HAMAS.

Perkenalkan namanya Ahmad Yassin...

Yang membuat saya terenyuh saat pertama kali mengetahui cerita Ahmad Yassin adalah, walaupun Ahmad Yassin menderita begitu banyak penyakit mematikan, tapi Allah tidak menakdirkannya meninggal karena serangan jantung atau karena penyakitnya yang lain. Tapi Allah menakdirkannya meninggal sebagai syuhada'.



Selasa, 31 Agustus 2010

Penggalan Novel "The Gate Of Heaven"

Salah satu novel paling bagus yan pernah aku baca! ini cuma sekedar cuplikan, bukan cerita intinya sih, tapi ini bagian paling santai...

Sementara itu, jauh di bumi Mesir sana, Nafisah memandang langit Gaza. Baru sehari ia ditinggal Fatah Azis, kekasih hatinya, tapi rindunya sudah memuncak.

Ingin rasanya Nafisah menahan kepergian Fatah, Tapi ia tak dapat membendung cita-cita suaminya itu. Lagipula, profesi suaminya sebagai dokter bedah senior sangat dibutuhkan di sana.

Malam sebelum kepergiannya ke Gaza. Sebelum tidur, Fatah mengajaknya berbicara ringan.

"Dinda, apakah dinda ingat saat pertama kali kita bertemu?" tanya Fatah Azis, ia merebahkan kepalanya di pangkuan Nafisah.

"Bukankah kita pertama kali bertemu saat abati memperkenalkan kanda saat kita ta'aruf?"

"Bukan, masa dinda lupa? Padahal, kanda ingat sekali!" ucap Fatah. Wajah teduhnya menatap lekat wajah Nafisah yang kebingungan.

"Dinda tidak ingat. Memangnya kapan?"

Fatah memejamkan mata lalu bercerita. "Dulu sekali, pertama kali kita bertemu, saat Allah mengumpulkan ruh ruh para manusia mulai dari zaman adam sampai akhir zaman. Dan saat itu, di samping ruh kanda adalah ruh dinda, tersenyum manis seperti sekarang ini" Fatah membuka matanya, dan ia mendapati istrinya tersipu. Fatah lalu melanjutkan ceritanya, "Saat itu, Allah berkata: 'Apakah kalian bersaksi bahwa Aku adalah Tuhan kalian?'' Lalu, seluruh ruh yang ada di situ bersaksi bahwa Allah adalah Tuhan kita. Lalu kanda berkata kepada Allah, 'Ya Allah, bolehkah kalau ruh di sebelah hamba ini yang mendampingi hamba saat di dunia nanti'?'. Allah tidak menjawab dan hanya tersenyum. Dan itu pertanda bahwa Allah mengabulkannya. Mungkin kalau dulu kanda tidak memintanya, dinda akan bersama dengan orang lain"

Pipi Nafisah bersemu merah. Kehadiran Fatah dalam hidupnya memang selalu membawa keceriaan-keceriaan baru selama setahun ini.

Fatah tersenyum manis. Nafisah menunduk malu, entah kenapa meski sudah menjadi istrinya selama satu tahun, Nafisah tetap saja gugup kalau Fatah memandangnya dan tersenyum manis.

Fatah yang cerdas, sibuk dan serius, bisa jadi sangat ceria dan manja bila berada di sisi Nafisah. Biasanya Fatah senang memuji keindahan wajah istrinya itu. Bila ia membaca ayat-ayat yang menggambarkan kecantikan bidadari, Fatah berhenti membaca lalu memandangi istrinya. Nafisah yang memang selalu duduk di sampingnya mendengar tilawah tersipu malu, melihat suaminya berhenti sejenak lalu memandanginya.

"Dan di surga ada bidadari-bidadari yang bermata jeli"

Setelah selesai tilawah, Fatah memandang istrinya dengan lekat lalu mengucek-ngucek kedua matanya. Nafisah yang kebingungan bertanya apakah ada yang salah dengan wajahnya.

Fatah hanya menjawab, "Apakah ayat itu turun untukmu, dinda? Karena, kanda belum pernah melihat mata yang lebih indah dari matamu, cinta"

Nafisah tersenyum mengenang suaminya...
Kandungan dalam perutnya bergerak-gerak.
Ia mengelus perutnya, "Kau rindu dengan abah juga ya?". Tendangan-tendangan halus dalam perut Nafisah seolah mewakilkan jawaban 'ya' atas pertanyaan Nafisah.

Fatah juga suka mengelus perutnya dan berbicara secara monolog dengan bayi dalam kandungan istrinya.

Matahari tenggelam memancarkan sinar terakhirnya. Diikuti lantunan adzan dari tanah seribu menara itu. Nafisah kembali ke dalam rumah...


The Gate Of Heaven
R.H Fitriadi

Senin, 30 Agustus 2010

Julaibib, Ahli Surga yang Terlupakan dan Gadis yang Dipilihkan Rasulullah



Apa yang berada di benak kalian, jika kalian membayangkan sosok ahli surga?

Wajah bersih, selalu tersenyum, pandangan mata yang teduh, disenangi orang-orang di sekitarnya dan hal-hal baik lainnya…

Bukan begitu?
Jika begitu, maka izinkan saya untuk meperkenalkan salah satu ahli surga yang hidup di masa Rasulullah…

Julaibib namanya…
Entah siapa yang memberinya nama ‘sebagus’ itu. Tak ada orang yang tahu kedua orang tuanya dan tak ada yang mau tahu. Nama Julaibib sendiri berarti ‘kerdil’. Dan seperti itulah tampilan fisiknya…

Julaibib yang kerdil, jelek, hitam, hidup menggelandang, kaki pecah-pecah karena tak beralas kaki, baju lusuh yang tak pernah diganti. Tak punya saudara maupun teman seorangpun, makan dari sisa-sisa makanan yang dibuang di jalan, dan minum dari kolam yang diciduk dengan tangan.

Tapi, jika Allah memberikan rahmatnya, tak ada satu makhlukpun yang bisa menghalangi. Dan Julaibib termasuk satu yang mendapatkannya. Ia mendapat hidayah. Dan ia selalu menempati shaff pertama dalam shalat maupun jihad. Meski semua orang seolah menganggapnya tak ada, tidak dengan Rasulullah, sang pembawa rahmat bagi seluruh alam…

Suatu hari, Rasulullah menanyakan suatu hal pada Julaibib. “Wahai Julaibib, tidakkah engkau ingin menikah?” tanya Rasulullah

Julaibib menatap wajah penuh cahaya itu, “Wahai Rasulullah, siapakah gerangan gadis yang sudi menikah denganku ini? Dan orang tua manakah yang mau menikahkan anak gadisnya denganku?” Jawabnya tersenyum.

Tak ada ekspresi merutuki diri atau menyalahkan takdir. Rasulullah hanya tersenyum mendengarnya.

Keesokan harinya, Rasulullah menanyakan hal yang sama, dan dijawab dengan jawaban yang sama oleh Julaibib, Esoknya lagi, Rasulullah menanyakan hal yang sama…

Sampai ketiga kalinya Rasulullah menanyakan hal tersebut dan setelah Julaibib menjawabnya, Rasul menarik lengan Julaibib dan membawanya ke rumah seorang pemuka Anshar…

Aku datang kemari, ingin menikahkan puteri kalian” Ucap Rasulullah…

Ahlan wa sahlan Ya Rasulullah… beatapa barakahnya bermenantukan seorang rasulullah. Sungguh ini akan menjadi cahaya yang meyinari rumah kami” Jawab Tuan rumah yang mengira Rasulullah yang akan melamar putrinya.

“Bukan untukku, tapi untuk Jualaibib”

Sang Tuan rumah seolah baru sadar bahwa ada seseorang di samping Rasulullah…

“Sepertinya, saya harus meminta pertimbangan istri saya” ucap Tuan rumah. Ia pun masuk ke dalam dan menceritakan maksud kedatangan Rasulullah…

“Dengan Julaibib?” Sang Istri hampir berteriak. “Tidak!!! Putri kita tidak akan menikah dengan Jualibib! Tidak akan pernah!”

“Siapakah yang menyuruhnya wahai Ayah?” tanya sang puteri yang baru datang.

“Rasulullah”

“Bawa aku kepadanya! Sungguh, jika Rasulullah yang menyuruh, ia tak akan menyia-nyiakan aku dan tak akan membuatku rugi sedikitpun” ucap gadis itu mantap. Ia lalu membaca firman Allah:

Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila Allah dan Rasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-Nya maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata. (Al Ahzab: 36)

Rasulullah memanjatkan doa indah untuk sang gadis sholehah itu. “Ya Allah, limpahkanlah kebaikan atasnya, dalam kelimpahan yang penuh barakah. Janganlah Kau jadikan hidupnya payah dan bermasalah”

Akhirnya, Sang gadis menjalani pernikahan yang tak pernah diimpikan gadis manapun itu. Juga tak pernah terbayang dalam angannya. Ia hanya taat kepada Allah dan Rasulnya.

Hari-hari sebagai istri Julaibib pun dialuinya. Tekanan-tekanan yang selama ini diderita Julaibib pun dirasakannya. Seolah-olah Julaibib membagi dua seluruh penderitaan yang dialaminya selama ini kepada istrinya.

Walau bagaimanapun, ada tekanan-tekanan yang terlalu berat dipikulnya sebagai seorang wanita. Ia pun bersabar dan berpasrah kepada Allah. Ia yakin, Allah akan membukakan jalan keluar kepada siapa-siapa yang taat kepadaNya…

Akhirnya, Allah karuniakan jalan keluar yang terbaik bagi semuanya. maka, kebersamaan di dunia itu tak ditakdirkan terlalu lama. Meski di dunia Sang istri sholehah dan bertakwa, tapi bidadari telah terlampau lama merindukannya. Julaibib lebih dihajatkan langit meski tercibir di bumi. Ia lebih pantas menghuni surga daripada dunia yang seolah menganggapnya tak ada…

Saat ia syahid, Sang Nabi merasa kehilangan…
“Apakah kalian kehilangan seseorang?” tanya Sang Nabi

“Tidak Ya Rasulallah!” Jawab para sahabat. Serempak sekali. Sepertinya Jualaibib memang tak berbeda ada atau tidak adanya di kalangan mereka.

“Apakah kalian kehilangan seseorang?” Tanya Rasulullah lagi. Kali ini wajahnya memerah…

“Tidak Ya Rasulullah” Kali ini sebagian menjawab tak seyakin tadi. beberapa menoleh ke kan dan ke kiri mencari adakah yang gugur?

“Tapi aku kehilangan Julaibib” Kata beliau

Para sahabat tersadar.
“Carilah Julaibib!”

Julaibibpun ditemukan dengan luka-luka di sekujur tubuhnya. Sang Rasul mengafani jasad Julaibib dengan tangannya sendiri. Dan beliau menshalatkannya secara pribadi.

Dan kalimat beliau untuk Julaibib yang membuat iri semua makhluk hingga hari berbangkit. “Ya Allah, dia adalah bagian dari diriku. Dan aku adalah bagian dari dirinya”

Dari Julaibib, kita belajar untuk tak merutuki diri, untuk tak menyalahkan takdir… Tak mudah menjadi orang seperti Julaibib. Hidup dalam pilihan-pilihan yang sangat terbatas.

Kita juga belajar lebih banyak dari gadis yang dipilihkan Rasulullah. Belajar agar cinta berhenti di titik ketaatan, melompati rasa suka dan tak suka. melampaui batas suka dan benci. Karena hikmah sejati tak selalu terungkap di awal pagi.

Sumber cerita: Jalan Cinta Para Pejuang
Salim A. Fillah

WHO LIKE MY BLOG